Rabu, 14 Desember 2016

Seminggu setelah perjalanan dari gunung andong, Saya dan teman yang berbeda memutuskan untuk trip ke Suku Baduy. Berhubung Saya belum pernah kesana jadi Saya setuju. Kami berangkat rombongan dengan 11 orang dari berbagai macam daerah, suku dan kalangan. Orang yang sudah fix ikut ada Saya, Meli, Melinda, Roni, Robin, Tanti, Putra, Didi, Mba Fika, Mas Dwi dan Surya. Jumlah yang tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak juga. Rencananya Kami berangkat tgl 26 November, balik tgl 27 November dan start dari Cijahe.

Sabtu, 26 November 2016 - Meeting point di stasiun tanah abang jam setengah delapan pagi. Pagi ini tidak sesuai rencana. Rombongan Meli, Melinda, Roni dan Robin datang terlambat. Mereka baru sampai di tanah abang jam 8 kurang. Untung saja kereta rangkas belum berangkat dan berangkat tepat waktu, jam 8. Tiket kereta rangkasjaya sudah ditangan masing-masing dan langsung cus ke gerbong kereta sesuai tiket. FYI, harga tiketnya 5k/org. Perjalanan dari stasiun tanah abang sampai ke stasiun rangkasbitung memakan waktu selama kurang lebih 2 jam perjalanan. Gambaran keretanya sama seperti kereta-kereta ke jawa tengah dan timur, ada pelayan kereta yang berkeliling berjualan pop mie juga. Perbedaannya, penumpang kereta rangkasjaya terkadang atau lebih seringnya duduk tidak sesuai dengan tempat duduk yang ada di tiketnya. Akhirnya, Kami duduk dibangku kosong seadanya. Taraaa,,, 2 jam sudah perjalanan Kami, dan Kami pun tiba di stasiun rangkasbitung sekitar jam 10 pagi. Sebelum melanjutkan perjalanan, Kami berfoto dahulu.

Stasiun Rangkas Bitung
Lalu Kami keluar dari stasiun lewat belakang karena angkot yang akan mengantarkan Kami ke Cijahe sudah stand by disana. Kami dijemput sama kang Herman dari Baduy luar. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Cijahe, Kami makan dulu untuk ganjel perut selama 30 menit. Saya sih gak makan soalnya udah makan nasi uduk tadi dikereta. Menurut mba Fika, harga makanan disini terbilang murah daripada di Ciboleger.

Tiga puluh menit berlalu, jalanan menuju Cijahe cukup ekstrim tracknya. Jalannya sih sudah aspal dan rata namun belokannya macam jalanan puncak. Ada jalan yang rusak sedikit. Belum lagi pak supir yang bawanya ngebut. Akhirnya 2 org dari Kami pun tumbang alias mabuk perjalanan. Ditengah perjalanan Kami pun berhenti untuk tukar posisi supaya tidak mabuk perjalanan lagi. Dua jam berlalu, sekitar jam setengah satu Kami tiba di Desa Cijahe. Sudah banyak orang baduy dalam menunggu Kami. Eh bukan nunggu Kami, tapi menunggu tamunya masing-masing hehehe. Waktu sudah memasuki sholat dzuhur. Kami sholat terlebih dahulu sebelum tracking. Setelah semuanya selesai, hujan turun. Barakallah hujan turun, Kami tetap melanjutkan niat Kami untuk tracking karena kalau tidak, Kami bisa sampai TKP kelamaan. Hujan pun tak begitu deras, untungnya Kami semua sudah mempersiapkan jas hujan masing-masing. Sebelum melakukan tracking, Kami berdoa terlebih dahulu agar diberi kelancaran dan keselamatan. Setelah selesai, Kami pun mulai track. Pertama Kami akan menemukan tempat pendaftaran ke wisata baduy ini. Jalur via Cijahe menghubungkan ke dua Desa baduy dalam. Baduy dalam desa Cibeo atau desa Cikeusik. Kami memutuskan untuk ke Desa Cibeo karena Desa Cikeusik lebih tertutup dan lebih dalam. Saya lupa tarif retribusinya berapa waktu itu, karena yang mengurus teman Saya yang namanya Didi. Jalur tracking dari Cijahe ke Cibeo memakan waktu 2 jam kurang lebih. Kami start jam 2 siang kalau tidak salah.

Jalur tracking via Cijahe menuju Cibeo terbilang cukup mudah, namun dikarenakan hujan turun, tanah jadi becek dan agak licin. Kami pun sesekali terjatuh karena licin. Ini dokumentasi tracknya.

Via Cijahe

Menuju Ciboleger

Perbatasan baduy dalam dan luar

Tracking menuju Ciboleger

Tracking dari Cibeo

Jembatan Kayu

Baduy Luar

Track menuju Ciboleger

Menuju Ciboleger
Setelah 2 jam berlalu, Kami pun tiba di Desa Cibeo (Baduy dalam). Antara baduy dalam dan baduy luar dibatasi dengan jembatan kayu berukuran agak besar. Selama di Baduy dalam, Kami tidak diperbolehkan mengambil gambar. Jangankan gambar, alat-alat elektronik lainnya seperti jam tangan saja kalau bisa disembunyikan. Kami disana benar-benar kembali ke alam atau lebih tepatnya kembali ke jaman dahulu kala dimana orang belum mengenal teknologi. Tak ada lampu, mandi tidak memakai sabun dan odol serta shampo. Beruntungnya Kami tiba di Baduy dalam masih sore atau masih ada cahaya. Sehingga Kami bisa berkeliling kampung Cibeo terlebih dahulu sampai matahari terbenam.

Uniknya, setelah Kami ingin rehat sore di teras rumah, ada pedagang dari Baduy luar yang datang menawarkan dagangannya berupa aksesoris baduy, baju, slayer, kain, batik, teko, madu, peci dan lain-lain yang berbau baduy. Kami tertarik semua, terjadilah jual-beli dan tawar-menawar hingga menjelang maghrib dan makan malam. Disana Kami tidak tau kapan waktu sholat tiba. Semua tergantung cahaya matahari dan ayam yang berkokok dipagi hari. Selama di Baduy dalam, Kami tidak mempunyai dokumentasi foto satu foto pun, jadi nikmati saja cerita saya yang satu ini ya. 

Disana ada rumah pu'un, katanya sih itu rumah ketua suku yang tidak boleh Kami kunjungi selepas sore. Kami boleh berkeliling namun tidak diperbolehkan untuk mendekati rumah itu. Selama di Baduy dalam, Kami hanya bisa menikmati alam sekitar dengan mata kami masing-masing tanpa harus mengabadikannya. Agak sulit berkomunikasi dengan mereka karena mereka hanya mengerti bahasa sunda. Untungnya Saya mengerti sedikit-sedikit bahasa sunda karena sudah tinggal 20 tahun lebih di tanah sunda hehe. Penduduk kampung Cibeo pun ramah-ramah. Mereka rajin-rajin orangnya. Tiap hari ke ladang. Padi mereka tidak ditanam diperairan sawah namun hanya disebidang kebun dengan lahan kosong yang digemburkan.

Hari sudah menjelang malam, waktunya Kami makan malam. Menu makan malam Kami kali ini adalah ikan asin, sayur asem, sambal, tempe, tahu. Rasanya lumayan sedap walaupun agak-agak aneh dilidah tapi itulah seninya. Sebelum tidur, mba Fika minta dipijit sama mama sanif. Katanya sih pengen ngerasain gimana rasanya dipijit sama orang baduy. untuk tarifnya, mama sanif tidak menarifkan, seikhlasnya saja tapi kebanyakan orang memberi sekitar 35k-50k. Komentar mba Fika setelah dipijat sama mama sanif, katanya mantap. Tenaga mama sanif kuat banget. Kelihatannya pijit tidak pakai tenaga tapi setelah dirasakan, tenaganya luar biasa. Pasti karena setiap harinya pergi ke ladang. Setelah selesai semua melakukan aktivitas, Kami siap-siap untuk tidur.

Minggu, 27 November 2016 - Kukuruyukkk!!! Ternyata ayam di dalam rumah berkokok. Kalau di Jakarta, ayam berkokok jam 4 atau jam 5. Ini merupakan tanda waktu sholat subuh tapi kok alarm hape Saya tidak bunyi? penasaran salah satu dari Kami mengecek jam. Ternyata baru jam 3 pagi dan para ibu serta anak perempuannya mulai bangun untuk masak sarapan pagi. Saya sama yang lainnya masih meringkuk gak jelas antara mau ke sungai atau tidak alias menunggu si ibu yang punya rumah ke sungai juga biar ada temennya hehe. Sekitar jam 4 subuh si ibu baru ke sungai, Kami ikut untuk sekedar buang air kecil dan berwudhu. Hari masih gelap, Kami butuh senter sedangkan si ibu tidak menggunakan penerangan sama sekali namun dengan lincah menapaki kakinya ke sungai. Selesai sholat, Kami ngopi-ngopi dan ngeteh sambil makan cemilan dan ngobrol cantik sama penghuni rumah. Rumah yang Kami tumpangi pemiliknya adalah Mang Idong. Beliau tinggal dengan istrinya dan mertuanya serta 4 anaknya, yaitu Sanan, Sarim, Pulung sama teteh. Keluarga mereka baik sekali terhadap Kami. Akhirnya makanan pun siap dihidangkan. Menu sarapan pagi ini adalah otak-otak, sayur sop + mie, sosis, tempe. Lumayan juga rasanya hehe. Selesai makan, Kami bersiap-siap packing untuk pulang. Jalur pulang kali ini lewat jalur Ciboleger. Awalnya Kami akan ke jembatan akar tapi berhubung cuaca, situasi dan kondisi tidak memungkinkan, akhirnya Kami tidak jadi ke jembatan akar. Kami pulang lewat jalur Ciboleger yang akan memakan waktu lebih lama dari jalur Cijahe, yaitu sekitar 4 jam. Kami mulai tracking dari baduy dalam desa Cibeo jam setengah delapan pagi. Kami melewati perbatasan antara baduy dalam dan luar. Kami singgah dahulu di saung Mang Idong sambil foto dan makan buah nanas merah. Kami juga melewati beberapa desa baduy luar yang mana terdapat pengrajin tenun dan pemain angklung. Setibanya Kami di perbatasan baduy luar dan dalam, Kami diperbolehkan mengaktifkan handphone dan alat-alat elektronik lainnya serta boleh mengambil gambar.

Suasana baduy luar

Tim Kami

Saung Mang Idong

Penenun di Baduy Luar
Cukup lama Kami berjalan menapaki baduy luar hingga desa Ciboleger. Kira-kira memakan waktu 2 jam dari perbatasan baduy dalam dan luar. Singkat cerita, Kami tiba di ciboleger sekitar jam setengah satu siang. Kami diberi waktu sekitar 40 menit untuk ishoma sebelum berangkat ke stasiun rangkasbitung.

Di Desa Ciboleger 

Di Desa Ciboleger

Di Desa Ciboleger

Perjalanan dari Ciboleger ke stasiun rangkas, memakan waktu cukup lama sekitar 2 jam setengah sedangkan jam keberangkatan kereta ke tanah abang tinggal 2 jam lagi. Akhirnya, pak supir ngebut sedangkan Kami hanya bisa berdo'a semoga tidak ketinggalan kereta. Singkat cerita, Kami tiba di stasiun rangkas mepet sekali waktunya. Akhirnya Kami bagi tugas, ada yang menurunkan barang-barang dan ada yang membeli tiket kereta. Selesai semua, Kami langsung naik kereta dan kemudian kereta pun jalan membunyikan pluitnya dan mengepulkan asapnya. Alhamdulillah Kami sudah di kereta semua dalam perjalanan pulang. Kereta api rangkas jaya terakhir jam 3 sore, sampai di tanah abang kurang lebih jam 5 sore. Singkat cerita, Kami pun tiba di stasiun tanah abang dan pulang ke rumah masing-masing ....

Tunggu petualangan ku selnajutnya...

0 komentar:

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!